Di Kota Sangju, Provinsi Gyeongsangbukdo, Korea Selatan, terdapat sebuah wihara yang dinamakan Naga Ria. Di wihara itu terdapat “penganut” yang tidak lazim. Kucing yang mempunyai nama buddhis Mukti (lepas dari keresahan) yang vegetarian dan pantang membunuh, juga tiada hari tanpa bersujud kepada sang Buddha di depan altar.
Empat tahun yang lalu, kepala wihara menemukan seekor kucing kecil yang sekujur badannya terbakar di depan hall altar. Sang kepala biara menyelamatkan kucing tersebut dan memberinya nama Mukti. Pada saat menyelamatkannya, sang kepala meminta si kucing untuk melakukan 3 hal yakni: pertama tidak boleh bersuara di dalam hall altar, kedua dilarang makan daging, dan ketiga tidak boleh membunuh.
Kucing kecil itu sepertinya mengerti wejangan yang diberikan kepala biara dan sejak saat itu ia taat mematuhi tiga pantangan yang diberikan kepala biara, dan selama 4 tahun ini belum pernah melanggar.
Kesepakatan nomor satu kepala biara dengan Mukti ialah, tidak boleh bersuara di depan altar. Selama 4 tahun ini, Mukti telah melakukan dengan ketat puasa bicara (meong). Menurut penuturan para biksu, bersuara layaknya seekor kucing si Mukti pun sudah lupa. Selama 4 tahun ini ia tidak bisa meong!
Yang lebih mengherankan lagi ialah konsistensinya tiap pagi dan malam “bermeditasi dan bersujud kepada Buddha”. Setiap kali sehabis makan ala vegetarian Mukti langsung menghadap ke depan altar dan duduk (ala kucing) di depan patung Buddha. Kaki depannya dengan rapi ia posisikan di depan membentuk anjali (kedua tangan dikatubkan di depan dada melakukan penghormatan). Kedua matanya tak berkedip memandangi rupa Buddha. Demikianlah setiap kali sehabis meditasi, ia bergeming selama beberapa jam, sebelum waktunya makan ia tak beranjak dari tempatnya. Selain itu tak peduli buruknya cuaca, tak peduli empat musim, tak pernah sehari ia absen “bersujud” di depan altar.
Puasa makan daging
Puasa makan daging
Mukti mutlak tidak lagi memakan daging dan ikan, banyak wisatawan yang kebetulan ziarah hendak menjajal apakah Mukti betul-betul vegetarian. Untuk menggodanya mereka mengelurkan ransumnya sendiri seperti sosis, ikan goreng dan lain sebagainya yang biasanya merupakan kegemaran setiap kucing, namun tidak pernah berhasil. Biasanya, kali pertama diuji, si meong menjauh, kali kedua, ia menjauh lagi, kali ketiga ia lantas menunjukkan ekspresi anti pati, memperlihatkan wajah tidak senang, kemudian lantas lari menjauh. Mukti terkadang suka mengunyah rerumputan sebagai menu spesial.
Pada jam makan, ia pergi ke tempat kepala biara, tanpa suara, dengan tenang ia menunggu di samping, kemudian kepala biara menaruh makanan sisanya di atas telapak tangannya. Ia dengan hati-hati makan dari telapak tangan kepala biara. Ketika makan, kedua matanya selalu berkaca-kaca, terkadang malah meneteskan butiran air mata laiknya permata pertanda terharu akan budi baik si penyelamatnya!
Tidak membunuh
Mukti selamanya tidak membunuh, di kala senggang dan di sela-sela meditasinya, ia bermain di halaman dengan katak tapi ia sama sekali tidak melukai binatang lain. Menangkap tikus adalah insting seekor kucing, namun Mukti tidak memakan tikus, memang ada kalanya ia menangkap tikus, tapi yang mencuri pun tidak ia lukai, hanya ditekan dengan kakinya menanti vonis sang kepala biara.
Para wisatawan yang datang semua memujinya, manusia zaman sekarang banyak yang masih kalah kesadarannya dengan si meong Mukti. Di dalam wihara tersebut ada banyak pula para biksu lainnya, namun Mukti hanya akrab dengan kepala biara yang telah menyelamatkan jiwanya, selain itu ia juga sangat penurut kepada kepala biara, sepertinya ia tidak melupakan budi baiknya dan ingin membalas budi. Kepala biara mengatakan, barangkali ia memiliki takdir pertemuan yang mendalam dengan Mukti. (The Epoch Times/whs).
0 komentar:
Posting Komentar